Penyakit yang Disebabkan Oleh Jamur Aspergillus

Download : di sini
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Aspergillus adalah salah satu dari sekian banyak jamur (fungi) yang banyak dimanfaatkan untuk penelitian di bidang bioteknologi, industri, dan pendidikan.
Aspergillus mudah dikenali, karena jamur ini sangat mudah tumbuh pada makanan atau tanaman yang mati. Untuk dapat mengenali Aspergillus lebih jauh, maka perlu dilakukan penelitian dan identifikasi lebih jauh.


 BAB II
DASAR TEORI
Klasifikasi:
            Super kingdom           : Eukaryota
Kingdom                      : Fungi
            Sub kingdom               : Dikarya
Phylum                        : Ascomycota
Subphylum                  : Pezizomycotina
            Classis                         : Eurotiomycetes
            Sub classis                  : Eurotiomycetidae
            Ordo                            : Eurotiales
            Familia                         : Trichocomaceae
            Genus                         : Aspergillus
            Spesies                       : Aspergillus flavus

Sejarah
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin.  Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A. flavus memproduksi aflatoksin B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2).  A. Flavus tumbuh pada kisaran suhu 10 – 120C sampai 42 – 430C dengan suhu optimum 320 – 330C dan pH optimum 6.
AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Description: Description: afla_1
Aflatoksin B1

Di Indonesia, aflatoksin sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahan. Residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur, dan daging ayam.
A. flavus pada kacang tanah



Morfologi
Dalam media Czapek dox agar, koloni berbentuk granular, datar, awalnya berwarna kuning tapi dengan cepat menjadi hijau gelap kekuningan seiring usia. Kepala konidiofor tipe radial, berdiameter hampir 300 – 400 μm. Konidiofor panjang dan kasar, semakin dekat dengan vesikel akan semakin kasar. Konidia berbentuk bulat atau lonjong (berdiameter 3 – 6 μm), hijau pucat dan terlihat berbentuk echinulate. Beberapa strain memproduksi sclerotia.

Siklus hidup
  1. Mycelium dan Sclerotia
Mycelium jamur merupakan struktur yang cukup dominan ditemukan dalam tanah. Sclerotia juga bisa terbentuk yang membuatnya bisa bertahan hidup cukup lama dalam tanah
Description: Description: hyphae
Hifa dari A. flavus

  1. Konidiofor
Sementara A. flavus masih muda dan bertumbuh, mycelium membentuk banyak konidofor. Konidiofor tumbuh secara tunggal dari badan hifa
Konidiofor dari A. flavus

  1. Konidia
Konidiofor yang matang akan membentuk konidia pada ujungnya. Konidia berbentuk bulat dan unisel dengan dinding yang kasar. Konidia bisa tumbuh, menyebar di udara, menempel pada tubuh serangga, pada tanaman, pada hasil panen.
Konidia

  1. Mycelia saprofit
A. flavus biasanya tumbuh dan hidup sebagai saprofit di dalam tanah. Pertumbuhannya sangat didukung dengan adanya sisa – sisa tanaman dan hewan dalam jumlah besar.


Diagram infeksi A. flavus


Kapang ini sering digolongkan dalam Ascomycetes karena membentuk spora seksual yaitu askospora, dan diberi nama Eurotium untuk tahap seksualnya.
Ciri-ciri spesifik Aspergillus adalah sebagai berikut :
    a)    Hifa septat dan miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, yang terdapat di bawah permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul di atas permukaan umumnya merupakan hifa fertil.
                b)    Koloni kompak.
      c)    Konidiofora septat atau nonseptat, muncul dari “foot cell” (yaitu sel miselium yang membengkak dan berdinding tebal).
      d)    Konidiofora membengkak menjadi vesikel pada ujungnya, membawa sterigmata dimana tumbuh konidia.
                e)    Sterigmata atau fialida biasanya sederhana, berwarna, atau tidak berwarna.
                f)     Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, cokelat, atau hitam.
                g)    Beberapa spesies tumbuh baik pada suhu 37 oC.

1. Identifikasi
Penyakit jamur yang muncul dengan berbagai sindroma klinis yang disebabkan oleh spesies Aspergillus. Penderita dengan penyakit paru kronis (terutama asthma, juga penyakit gangguan paru kronis atau “cystic fibrosis”) dan penderita yang alergi terhadap jamur ini dapat menyebabkan kerusakan bronchus dan penyumbatan bronchus intermiten. Keadaan ini disebut sebagai allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA).
Kolonisasi saprophytic endobronchial pada penderita dengan pelebaran bronchus atau bronkiektasi dapat menimbulkan gumpalan hyphae, dan massa hyphae yang besar mengisi rongga-rongga yang sebelumnya sudah ada (berupa bola jamur atau aspergilloma). Suatu spesies Aspergillus dapat muncul bercampur dengan organisme lain dalam abses bakteriil paru-paru atau pada empiema.
Aspergillosis yang invasif dapat terjadi, terutama pada pasien yang menerima terapi imunosupresif atau sitotoksik; ia dapat menyebar ke otak, ginjal dan organ lain dan seringkali fatal. Invasi kedalam pembuluh darah berupa trombosis dan menyebabkan infark adalah ciri dari infeksi jamur ini pada pasien dengan kekebalan rendah.
Organisme ini dapat menginfeksi tempat dipasangnya katup jantung prostetik. Spesies Aspergillosis adalah penyebab paling umum dari otomikosis; jamur membuat koloni atau menyebabkan infeksi invasif pada sinus paranasal.
Jamur ini tumbuh pada jenis makanan tertentu, isolat dari Aspergillus flavus (kadang juga spesies lain) bisa memproduksi aflatoksin atau mikotoksin lain; toksin ini dapat menyebabkan penyakit pada ikan dan hewan dan sangat karsinogenik pada hewan percobaan.
Hubungan antara kadar aflatoksin yang tinggi pada makanan dan timbulnya kanker hepatoseluler ditemukan di Afrika dan Asia Tenggara.
Diagnosis ABPA ditegakkan antara lain adanya reaksi benjolan merah di kulit jika dilakukan skarifikasi atau suntikan intradermal dengan antigen Aspergillus, adanya sumbatan bronchus yang menahun, eosinofilia, terbentuknya antibodi presipitasi serum terhadap Aspergillus, peningkatan kadar IgE dalam serum dan adanya infiltrat paru yang bersifat transien (dengan atau tanpa bronkiektasis sentral). Kolonisasi endobronkial saprofitik didiagnosa dengan kultur atau ditemukannya Aspergillus mycelia pada sputum atau pada dahak ditemukan hyphae. Serum precipitin terhadap antigen spesies Aspergillus biasanya juga muncul.
Bola jamur dari paru biasanya dapat didiagnosa dengan foto toraks dan dari catatan medis. Diagnosa aspergillosis invasif ditegakkan dengan ditemukannya Mycelia Aspergillus dengan mikroskop dari jaringan yang terinfeksi; konfirmasi diagnosa dilakukan dengan kultur untuk membedakan dengan penyakit jamur lain yang gambaran histologinya mirip.


BAB III
PENYAKIT
3.1 Penyakit yang ditimbulkan
  1. Aflatoxicosis
Keracunan akibat aflatoksin yang tertelan mengakibatkan kerusakan hati secara langsung yang diikuti kematian
Gejala :            Sakit perut
                        Koma
                        Muntah
Kanker
                        Rasa seperti terbakar
                        Demam
                        Batuk

  1. Aspergillosis
Ada 2 jenis aspergillosis. Salah satunya allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA), kondisi di mana jamur menyebabkan gejala alergi pada sistem pernapasan tapi tidak menginvasi dan menghancurkan jaringan. Jenis aspergillosis yang lain adalah aspergillosis invasif, penyakit yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh manusia. Pada kondisi ini jamur menginvasi ke seluruh tubuh dan merusak jaringan tubuh.
Gejala :            Demam
                        Sakit kepala
Menggigil
Peningkatan produksi lendir hidung
Batuk
Sesak nafas
Penurunan berat badan
Sakit pada bagian dada
Nyeri tulang
Kencing berdarah (Hematuria)
Penurunan pengeluaran urine
Meningitis
Penglihatan berkurang sampai buta
Sinusitis
Radang pada jantung
  1. Aspergilloma
Ini adalah gangguan paru – paru yang paling umum disebabkan oleh A.flavus. Aspergilloma merupakan bola jamur yang berisi mycelia dari A.flavus, yang menyebabkan infeksi sel, fibrin, otot dan jaringan, biasanya menyebabkan lubang pada paru – paru.


3.2 Obat yang digunakan
Amphotericin B

Farmakologi
Amfoterisin B merupakan antibiotik polyene yang dihasilkan oleh galur Streptomyces nodosus. Obat ini bisa bertindak sebagai fungistatik maupun fungisidal dengan mengikat sterol (misalnya ergosterol) dalam membran sel yang berujung pada kematian sel. Formulasi yang lebih baru amfoterisin lipid, ternyata sama efektif dengan formulasi lama namun lebih kurang nefrotoksik. Hidrasi yang adekuat bisa mengurangi nefrotoksisitas, dan pasien mentolerir cairan harus diberikan sebelum dan sesudah hidrasi.
Kontraindikasi
Riwayat hipersensitif
Dosis & Cara Pemberian
Amfoterisin : 0,25 mg/kg BB dengan infusi lambat selama 2-6 jam. Dosis maksimal 1,5 mg/kg BB per hari.
Interaksi
*Obat antineoplastik bisa meningkatkan potensi toksisitas ginjal, bronkospasma, dan hipotensi.
*Kortikosteroid, digitalis, dan tiazid berpotensi hipokalemia                                                                           *Siklosporin, aminoglikosida, cidofovir, pentamidin, tacrolimus, dan vancomisin bisa meningkatkan risiko toksisitas ginjal.
*Antifungi azol mengurangi efikasi amfoterisin      *Zidovudin bisa menambah nefrotoksisitas dan mielotoksisitas.
*Amfoterisin bisa meningkatkan toksisitas flutikason *Amfoterisin bisa meningkatkan aktivitas daunorubisin dan doksorubisin.
Efek Samping
Demam, sakit kepala, anoreksia, kehilangan bobot badan, gangguan gastrointestinal, malaise, nyeri epigastrik, dispepsia, anemia.
Nama dagang
Fungizone

Itraconazole

Farmakologi
Itrakonazol, antifungi sintetik triazol, memiliki aktivitas yang lebih besar melawan  Aspergillus dibandingkan dengan flukonazol atau ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dengan memperlambat pertumbuhan sel jamur melalui inhibisi cytochrome P-450–dependent synthesis of ergosterol, suatu komponen vital dalam membarn sel jamur. Formulasi per oral (kapsul, suspensi) biasa dgunakan untuk terapi antifungi jangka panjang. Formulasi kini juga telah tersedia. Karena tidak larut dalam air, suspensi per oral dan intravena dilarutkan dengan hydroxypropyl-beta-cyclodextrin.
Kontraindikasi
Hipersensitif, menyusui, gagal ginjal, gagal ventrikular kiri
Dosis & Cara Pemberian
*Kapsul: 200-400 mg/ hari dengan makanan atau cola
*Infeksi yang mengancam jiwa:  200 mg 3 x sehari untuk 3 hari pertama, selanjutnya  200 mg dua kali sehari         *Suspensi oral: 200-400 mg/hari saat perut kosong
*IV: 200 mg dua kali sehari untuk 2 hari, selanjutnya 200 mg/hari                                                                              *Anak: dosisnya belum ada, namun direkomendasikan untuk anak 3-16 tahun, 5-10 mg/kg/ hari per oral untuk profilaksis Aspergillus pada anak dengan chronic granulomatous disease (gunakan suspensi per oral)
Peringatan
Hati-hati penggunaan itrakonazol pada insufisiensi hepatik; pasien dengan factor risiko jantung.
Interaksi
Karena menghambat enzim cytochrome P-450 hepatik, maka itrakonazol meningkatkan kadar banyak obat lain; toksisitas jantung serius bisa terjadi saat pemberian bersamaan dengan cisapride, dofetilide, pimozide, atau kuinidin; mempengaruhi metabolisme beberapa obat golongan benzodiazepine sehingga memperpanjang sedasi; pemberian bersamaaan dengan lovastatin atau simvastatin meningkatkan risiko rhabdomyolysis; monitor kadar siklosporin, takrolimus, dan digoksin (itrakonazol meningkatkan kadar dan perlu dilakukan pengaturan dosis); penyerapan itrakonazol per oral perlu suasana lambung asam (penghambat H2 dan PPI sebaiknya tidak diberikan secara bersamaan).
Efek Samping
Sakit kepala, nyeri abdomen, nausea, pusing, dispepsia, ruam, pruritus, rambut rontok, dan edema.
Nama dagang
Sporanox, Forcanox, Fungitrazol, Furolnok, Itzol, Nufatrac, Sporacid, Unitrac

Voriconazole

Farmakologi
Vorikonazol, digunakan untuk pengobatan primer invasive aspergillosis dan pengobatan penyelamatan dari infeksi spesies Fusarium atau Scedosporium apiospermum. Obat ini merupakan antifungi triazol yang bekerja dengan menghambat cytochrome P-450–mediated 14 alpha-lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam biosintesis ergosterol jamur.
Kontraindikasi
Hipersensitif, jangan diberikan dalam bentuk IV dengan CrCl <50 mL/menit (mengurangi eksresi IV); pemberian bersamaan dengan rifampisin, rifabutin, carbamazepin, barbiturat, sirolimus, pimozide, kuinidin, cisapride, atau alkaloid ergot.
Dosis & Cara Pemberian
Pemberian cara infusi dengan kecepatan maksimal 3mg/kg/jam selama 1-2 jam. Terapi inisial dengan loading dose: 6 mg/kg IV tiap 12 jam untuk 2 dosis, diikuti dengan dosis pemeliharaan: 4 mg/kg IV tiap 12 jam. Bila pasien tidak mampu menerima pengobatan, maka dosis pemeliharaan dikurangi hingga 3 mg/kg tiap 12 jam.
Interaksi
Penginduksi CYP-450 (misalnya rifampin) tampak menurunkan kadar steady state peak plasma  hingga 93%; meningkatkan kadar serum obat yang dimetabolisme oleh CYP-450 2C19 atau 2C9, yang sebagian diantaranya kontraindikasi ( sirolimus, pimozide, quinidine, cisapride, alkaloid ergot); monitoring yang sering harus dilakukan pada penggunaan bersama dengan siklosporin, tacrolimus, warfarin, inhibitor HMG CoA, benzodiazepin, penghambat kanal kalsium.
Efek Samping
Gangguan penglihatan, demam, kedinginan, sakit perut, nyeri abdomen, takikardia, gangguan tekanan darah, vasodilatasi, gangguan gastrointestinal, mulut kering, halusinasi, pusing, dan ruam.
Nama Dagang
Vfend


3.4  Distribusi Penyakit

Tersebar diseluruh dunia, jarang dan bersifat sporadis, tidak ada perbedaan insidens berdasarkan ras atau jenis kelamin.



3.5. Reservoir
Spesies Aspergillus secara alamiah ada dimana-mana, terutama pada makanan, sayuran basi, pada sampah daun atau tumpukan kompos. Konidia biasanya terdapat di udara baik di dalam maupun di luar ruangan dan sepanjang tahun.




3.6 Cara Penularan
Melalui inhalasi konidia yang ada di udara.


3.7 Masa Penularan

Tidak disebarkan dari satu orang ke orang lain.



3.8 Kerentanan dan Kekebalan

Spesies Aspergillus ditemukan dimana-mana, dan Aspergillosis biasanya muncul sebagai infeksi sekunder dan hal ini membuktikan bahwa orang yang sehat kebal terhadap penyakit ini. Kerentanan akan meningkat dengan pemberian terapi imunosupresif dan sitotoksik dan serangan invasif terlihat terutama pada pasien dengan netropenia yang berkepanjangan. Penderita HIV/AIDS atau penderita penyakit granulomatous kronik pada masa kanak-kanak juga peka terhadap infeksi jamur ini.



3.9 Cara Cara Pemberantasan

a. Cara Cara Pencegahan:
Udara ruangan yang disaring dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) dapat menurunkan infeksi aspergillosis invasive pada penderita yang dirawat di RS terutama penderita dengan netropenia.



b. Pengobatan spesifik:

ABPA diobati dengan corticosteroid suppression dan biasanya membutuhkan terapi yang lama. Reseksi bedah, jika memungkinkan, adalah pengobatan paling tepat untuk aspergilloma. Amphotericin B (Fungizone® atau formasi lipid) IV dapat digunakan untuk infeksi jaringan bentuk invasif.
Pemberian Itraconazole bermanfaat bagi penderita yang perkembangannya lebih lambat dan untuk penderita yang mempunyai masalah kekebalan. Terapi imunosupresif harus dihentikan atau dikurangi sebisa mungkin. Kolonisasi endobronkial harus diobati sedemikian rupa untuk memperbaiki drainase bronkopulmoner.



c. Tindakan penanggulangan wabah:

 tidak dilakukan upaya penanggulangan wabah; penyakit sifatnya sporadis.

Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru - paru, spora akan mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus, Masa inkubasi sampai beberapa minggu dengan gejala gangguan pernafasan seperti bronchitis, atelektasis, pneumonia, abses, emphysema. Kadang - kadang ditemukan granuloma pada bagian luar telinga atau sinus paranasal.

BAB IV
KESIMPULAN
     
ü  Penyakit yang disebabkan jamur Aspergillus Antara Lain :
·         Aflatoxicosis
·         Aspergillosis
·         Aspergilloma
ü  Obat yang digunakan untuk penyakit yang disebabkan Aspegillus adalah:
·         Amphotericin B
·         Itraconazole
·         Voriconazole
Untuk mencegah udara ruangan harus disaring dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) dapat menurunkan infeksi aspergillosis invasive pada penderita yang dirawat di RS terutama penderita dengan netropenia.


Next
Previous
Click here for Comments

0 comments: